Sudah Dilarang oleh Badan POM, Mengapa Bisa Beredar Kembali?
![]() |
Para nara sumber acara "Peningkatan Perlindungan Masyarakat serta Daya Saing Obat dan Makanan"
|
Nomor dari Badan POM yang tertera di kemasan produk, saya masukan ke laman http://cekbpom.pom.go.id/index.php/home/produk/czF0MTI2dnM4YW11dXBqbzIyMm1nM2c2czBtcDZ3M2I=/top untuk mengecek keaslian. Berhubung saya baru membeli kosmetik dengan harga miring. Sempat hasil tidak masuk dalam daftar, membuat saya kesal. Walau barang murah dan bagus, kalau tidak masuk dalam daftar Badan POM, lebih
baik dibuang saja. Takut kulit wajah terkena dampak yang aneh-aneh.
Karena masih penasaran, akhirnya saya mencoba dengan
memasukkan nama produk. Syukurlah, barang ini muncul dalam daftar Badan POM RI. Jadi hatipun tenang untuk memakai
kosmetik produk Indonesia yang dimanufaktur di Cina.
Untuk kosmetik saya tidak bisa sembarangan, bahkan dahulu
harus memakai produk yang mahalnya minta ampun. Bisa setengah gaji untuk
membeli satu produk. Karena mempunyai pola pikir, harga mahal adalah jaminan mutu. Sekaligus korban iklan. Tapi sekarang tidak semudah itu saya terpedaya. Justru sekarang sedang hobi mencoba produk yang murah apalagi dari Indonesia.
Mengapa kode POM yang tercetak di kemasan produk tetap saya
cek? Usai mengikuti acara bertema Peningkatan Perlindungan Masyarakat serta
Daya Saing Obat dan Makanan di Gedung Serba Guna Kemeninfo, Medan Merdeka
Barat, Jakarta pada hari Senin (16/09/2019). Saya mendapat pengetahuan baru,
yang penting untuk kesehatan yang bermuara dari makanan.
Dengan nara sumber sebagai berikut:
- Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP, Kepala Badan POM RI
- Adhi Lukman, Ketua Umum GAPMMI
- Dede Yusuf, Ketua Komisi IX DPR
- Kuwat Sri Hudoyono, Staff Ahli Bidang Hukum Kesehatan
![]() |
|
Perdagangan berbasis daring memudah mendapatkan
kosmetik di media sosial. “Di instagram saya itu kebanyakan orang meminta endorse.
Pemutihlah, Pemanjanglah, ” canda Dede Jusuf, Ketua Komisi IX DPR. “Anehnya
ternyata 50 % dari produk yang diendorse oleh
artis atau influncer tersebut, ternyata adalah produk ilegal dan berbahaya
setelah diperiksa.” Lanjutnya. Waduh, ngeri dan prihatin mendengar hal ini,
bukan?
Nah, badan yang berhak untuk mengawasi peredaran
kosmetik adalah Badan POM. Selain itu makanan dan obat-obatan masuk dalam wilayah pengawasan. Badan ini mengurusi
seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kondisi geografis beragam. Karena
produk berbahaya atau ilegal bisa menjangkau sampai ke desa-desa. Guna menanggulangi masalah masyarakat terpapar
produk yang merusak kesehatan. Seperti biasa menyesal datang belakangan. Kalau
duluan, itu namanya pendaftaran.
Bahkan pernah ada kejadian sebutlah namanya obat A.
Dijual dengan harga Rp30.000. Sudah ada ijin bahkan ada penelitian terlebih dahulu. Sampai perusahaan ini membuka pabrik di Indonesia. Produk terjamin dan terbukti berkhasiat.
Suatu hari muncul produk palsu A yang dijual dengan harga Rp10.000 dengan pabrik di Tangerang. Bahkan apotek-apotek juga menjualnya. Efek kemudian, obat asli tidak laku, sampai pabrik tutup setelah perusahaan tersebut berinvestasi dengan angka berjumlah yang tidak sedikit.
Suatu hari muncul produk palsu A yang dijual dengan harga Rp10.000 dengan pabrik di Tangerang. Bahkan apotek-apotek juga menjualnya. Efek kemudian, obat asli tidak laku, sampai pabrik tutup setelah perusahaan tersebut berinvestasi dengan angka berjumlah yang tidak sedikit.
Lanjut cerita, Deputi penindak dari Badan POM
menemukan produk palsu ini. Lalu, menyatakan dilarang beredar. Eh, dua minggu kemudian dijual bebas kembali. “Kami
mencecar (hal ini)”, kata Dede. Diberikan jawaban, Badan POM tidak mempunyai
payung hukum yang kuat. Miris bukan, mendengar hal ini? “Jadi, RUU pengawasan ini mendesak.” tegas Dede.
“Pertama kali badan POM memiliki payung khusus
untuk organisasi,” jelas Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP, Kepala Badan POM. Berdasarkan
Inpres No. 3 tahun 2017, Badan POM sebagai koordinator.
Barulah didapatkan pada tahun 2018, selama 17 tahun berdiri. Deputi-deputi penindakan serta unit-unit lainnya muncul untuk mendukung proses penindakan, tambah Penny.
Barulah didapatkan pada tahun 2018, selama 17 tahun berdiri. Deputi-deputi penindakan serta unit-unit lainnya muncul untuk mendukung proses penindakan, tambah Penny.
Sekarang yang sangat dibutuhkan adalah peran Badan
POM diperkuat, atau penguatan kelembagaan. Karena selama ini jika melakukan
penindakan harus didampingi oleh polisi.” "Beda jika Bea Cukai atau pun Badan Narkotika
Nasional melakukan penindakan”, keluh Penny.
Kesehatan adalah suatu hal yang penting, sementara
program pemerintah adalah meningkatkan kualitas SDM. Untuk peningkatannya tentu
didasari dengan kesehatan prima. Kesehatan tidak didapat secara cuma-cuma.
Tetapi harus mempunyai pola hidup baik dengan makanan yang sehat dan berkualitas. Sementara
yang bertugas mengawasi peredaran makanan adalah Badan POM.
Percuma saja, sudah rajin olah raga, mengkonsumsi
produk yang sehat ternyata sehatnya hanya di kemasan. Seseorang terkena
penyakit tidak secara langsung, jika disebabkan oleh makanan. Baru terasa
akibatnya setelah mengkonsumsi beberapa tahun kemudian.
Menurut penjelasan dari Kuwat Sri Hudoyono, Staff Ahli
Bidang Hukum Kesehatan, jika dilihat data penyakit di Indonesia disebabkan oleh
makanan atau pola hidup tidak sehat. Maka dia mendukung pentingnya penguatan Badan POM
ini untuk mengawasi peredaran makanan dan obat di Indonesia.
Sedangkan dari Adhi Lukman, Ketua Umum GAPMMI
mengemukakan bahwa perlunya percepatan sertifikasi produk. Walau dia menyadari
jumlah pegawai Badan POM begitu terbatas untuk menangani berbagai masalah peredaran
produk legal dan berbahaya di Indoesia.
Mengenai percepatan sertifikasi produk, sebenarnya
pemerintah sudah memangkas berbagai birokrasi untuk memudahkan masyarakat. Bahkan
sedang menghilangkan stigma bahwa mendaftar ke Badan POM itu sulit atau mahal.
Penny menjelaskan, hal ini disebabkan kurangnya informasi kepada masyarakat. Untuk
mengatasi hal ini dibentuklah Satuan Tugas (Satgas), agar komunikasi makin
terbuka.
Bahkan sekarang sudah ada penerapan teknologi
informasi untuk e-registrasi dan e-sertifikasi. Bisa dikatakan era digitalisasi
dalam pengawasan. Bahkan konsumen juga bisa merasakan perubahan ini. Contohnya pemasangan
QR code, walau masih dimulai dari obat. Justru produk yang akan diekspor memang
dibutuhkan pencantuman QR-code.
Bagaimana, pernahkah kalian memeriksa kode Badan
POM produk yang dibeli? Atau cek keaslian produk? Hanya dengan sentuhan jari di
smart phone untuk menjadikan manusia “smart” akan kesehatan. (***)
#obatdanmakananaman #fmb9
#obatdanmakananaman #fmb9