Selasa, 16 Juli 2019


Lukisan Lempad dalam bentuk video animasi (dok. penulis)



Kali ini saya menghadiri pembukaan pameran lukisan dan multimedia pada hari Rabu (19/06/2019) di Galeri, Komunitas Salihara beralamatkan Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta bertema “Darkness is White”, menampilkan lukisan dikombinasikan dalam tata seni cahaya, musik, video, dan animasi dari seorang seniman terkenal asal Bali bernama I Gusti Nyoman Lempad.

Saya merasa beruntung bisa mengunjungi pameran ini. Karena penampilannya yang unik, “Nyeni  banget,” kata saya. Pertama-tama kamu masuk dalam ruangan gelap nan wangi bunga-bunga yang ternyata di tengah-tengah ruangan terdapat  semacam persembahan terdiri dari bunga-bunga yang biasa ditemukan di Pura atau di Bali pastinya.

Kemudian suasana menjadi gelap gulita diiringi gamelan Bali yang makin menambah mistik suasana. Barulah satu persatu lukisan ditembak dengan lampu sorot. Di dalam ruangan ini terdapat 10 lukisan, 9 lukisan adalah koleksi Daniel Jusuf, pengusaha asal Malang, Jawa Timur yang berdomisili di Jakarta. Daniel mengoleksi ratusan karya Lempad, tak hanya membeli dari orang Bali, dia juga banyak membeli lukisan Lempad dari orang-orang asing. Koleksi lukisan Lempad pertamanya dibeli dari Antonio Blanco di Bali ketika ia berumur 9 tahun.  Sedangkan 1 lukisan koleksi dari Anak Agung Gde Rai yang terdapat di sisi paling kanan.

Setelah seluruh lukisan sudah ditampilkan, ruangan kembali menghitam alias gelap gulita. Perlahan-lahan muncul animasi lukisan-lukisan yang dipamerkan tapi dalam rupa garisan putih. Wow menakjubkan kata saya dalam hati. Beberapa menit kemudian layar berpindah ke kiri. Mulai dari goresan 2 dimensi yang menampilkan ukiran topeng perlahan-lahan berubah menjadi topeng asli dalam bentuk video yang disebut karya augmented reality atau multimedia realitas tertambah karya Jeffry Budiman.

Pameran berlangsung pada tanggal 20 Juni, 25 sd 27 Juni, 2 sd 7 Juli 2019, tidak dipungut biaya kecuali untuk penampilan spesial. Mulai dari jam 11.00-20.00 WIB. Untuk penampilan  spesial diadakan tanggal 21 sd 23 Juni dan 28 sd 30 Juni 2019. Acaralainnya juga diadakan “Art Talk” pada tanggal 26 Juni 2019 pukul 19.00-21.00 di Serambi Salihara. Untuk detail acara bisa di laman www.salihara.org

Pameran ini turut digagas oleh budayawan Bali asal Perancis, Jean Couteau. Berkat kerjasama Puri Agung Ubud, Yayasan Bali Purniwati, dan Komunitas Salihara maka pameran ini bisa diselenggarakan. 
Buku mengenai Lempad (dok. penulis)

I Gusti Nyoman Lempad
Baiklah, saya akan ceritakan mengenai latar belakang I Gusti Nyoman Lempad atau Lempad adalah seorang maestro yang juga merupakan tokoh pembaharu seni lukis tradisional Bali. Mengapa dikatakan seperti itu ? Gorehan lukisannya menampilkan “gaya transformasi”  ketika estetika seni lukis klasik Bali berubah menuju modern.

Jadi pada saat itu lukisan di Bali hanya berupa 2 dimensi kata Anak Agung Gde Rai, salah satu pendiri dari museum ARMA yang turut meminjamkan salah satu koleksi galeri seninya untuk dipamerkan di sini. Kemudian Lempad melukis 3 dimensi “Lebih menyerupai wujud manusia” kata Agung Rai kepada saya. 

Dalam lukisan lazim pada masa itu menggambarkan tokoh-tokoh pewayangan, tetapi lukisan Lempad berisikan kehidupan sehari-sehari masyarakat Bali, penjelasan dari Agung Rai. Bagi seorang kolektor seni barat kalau tidak memiliki koleksi dari Lempad, maka koleksinya tidaklah bisa dikatakan lengkap, tambah kurator dan kolektor lukisan yang sering diundang ke luar negri ini. 

Tidak hanya pelukis, Lempad juga pematung,  arsitek tradisional (undagi) yang banyak membangun rumah dan Pura di Bali, pembuat perangkat upacara (sanging), pembuat topeng, pembuat figur wayang, dan elemen upacara ngaben. Tindakan penciptaannya terkait erat dengan dunia spiritual.
Kelahiran Lempad tidak diketahui waktunya secara tepat. Diperkirakan sekitar 1862, beliau menikah ketika Krakatau meletus pada tahun 1883. Karena perkiraan lahirnya belum bisa dipastikan jadi umur sekitar 116 tahun pada saat meninggal pada tanggal 25 April 1978.

Bapak Lempad adalah seorang pengukir, tapi kemampuannya didapatkan dari seorang Brahmin yang hidup di puri. Brahmin ini menguasai berbagai bidang, antara lain pelukis, pemahat, perancang bangunan dan ahli dalam peraturan peradatan. Sehingga Lempad belajar segala macam tentang tarian, agama dan masyarakat.

Pada masa Lempad hidup, di Ubud banyak seniman dari Barat yang tinggal di sini.Tempat mereka pun berdekatan. Sehingga tidak heran para seniman di sana beriteraksi secara simboisis. Jadi saling mempengaruhi tapi dalam arti positif.

Salah satu yang mempengaruhi  teknik modern melukis Lempad adalah Walter Spies. Spies adalah seorang pelukis, perupa, dan pemusik asal Jerman. Dia adalah tokoh yang berandil memperkenalkan Bali kepada khalayak dunia. Lempad membantu Spies membangun rumah di Campuan, Ubud. Dari sinilah ia mengembangkan lukisan wayang bertema Ramayana dan Mahabhrata dalam berbagai media dan material, seperti kayu, kertas, pensil atau tinta Cina.

Karya Lempad begitu memesona sehingga dibuatkan buku spesial untuknya yang diproduksi oleh orang asing. Mendengar hal ini dari Agung Rai membuat saya terpukau. Bukunya dibuat dalam bentuk spesial, hard cover. Bahkan sempat dibuatkan film tentang kehidupan Lempad oleh para Arkeolog asal luar negri pula. Para peneliti ini menganggap betapa Lempad adalah seseorang yang sangat penting.

Karya-karyanya mencerminkan pengamalan filosofi Hindu Bali yang diterapkan melalui mendengar (sruti) menyebabkan tema-tema lukisannya sangat luas dan lahir dari penghayatan yang dalam.
Pada periode awal karya Lempad terilhami dari cerita klasik, secara perlahan-lahan berkembang ke gaya yang lebih bebas, yaitu mengenai kehidupan sehari-hari khas Bali. Dimaksudkan dunia spiritual berbaur harmonis dengan rutinitas sehari-hari.

Goresan-goresannya khas, terlihat sederhana tapi unik. Kerap menggunakan warna hitam di atas kertas putih serta mampu menonjolkan kekuatan garis.Warna hanya digunakan untuk memperkuat aksen tertentu. Beberapa warna yang digunakan adalah merah, putih dan hitam serta sedikit aksen emas yang adalah bentuk penghayatan nilau filosofi Tri Datu (merah, putih, dan hitam) berpadu dengan nilai keilahian yang disimbolkan oleh prada (emas).

Pameran Karya Lempad
Salah satu lukisan yang dipajang (dok. penulis)
Sastra dari Indonesia yang terkenal dalam dunia internasional adalah Serat Centhini dan La Galigo, puisi epos penciptaan. Hasil karya Lempad adalah simbol budaya Bali sebagai jendela unggulan Indonesia menuju dunia.

Pameran ini berkonsep memperkenalkan karya-karya Lempad dengan jiwa Balinya namun pikiran dan karya bersifat universal. Berkesenian bagi seniman yang pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah RI pada saat HUT RI ke-25 adalah “ngayah”, suatu konsep yang sudah banyak ditinggalkan di jaman sekarang, ketika berkesenian sebagai mata pencaharian. Penghargaan yang dia dapatkan dari pemerintah RI dalam bentuk medali emas dan uang sejumlah Rp100.000. Uang tersebut diberikan kepada cucunya untuk membeli motor. Bagi Lempad berkesenian adalah jalan spiritual.

Karya-karya beliau yang ditinggalkan banyak dalam keadaan seperti belum selesai, namun hal ini adalah kesengajaan. Ia percaya “selesai” adalah milik Tuhan, dan dengan karya yang diselesaikan, ia berharap generasi berikutnya akan menyelesaikan, sehingga tradisi akan terus terpelihara.

Hal ini membuat saya bertanya kepada Gde Rai, “Apakah ada karya Lempad yang diselesaikan oleh orang lain ?” ternyata saat ini belum ada yang berani melakukan hal ini karena sulit. Lagi pula pada jaman itu seni diibaratkan meditasi, benar-benar menjiwai.

Bagi seorang pribadi Agung Rai, dia senang pameran mengenai Lempad diadakan karena dia adalah sosok seorang non akademis. Lempad tidak bisa membaca karena ia tidak bersekolah secara formal. Jadi, cara menuliskan nama di lukisan dengan mencontoh.

Unik bukan kehidupan seorang seniman asal Bali ? Wajar memang beliau dikatakan sebagai seorang maestro. Tak heran kalau Jean Couteau mengatakan Lempad adalah seorang genius. Karya-karya Lempad mendunia karena banyak dijadikan koleksi privat oleh orang-orang asing serta tidak sedikit karya Lempad ditempatkan di museum-museum di luar negri yang dianggap karya seni rupa yang dipandang maju. (***)


Lisa Moningka . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates